Monday, January 09, 2006

KTT Perek Regional Part 1

Pagi ini saya membuka hari dengan sedikit siulan.
Well, nggak se-harafiah itu juga sih. Bukan berarti begitu melek saya langsung siul-siul; jangan coba-coba dibayangin, itu sih terlalu mengerikan.

Intinya, saya memulai Minggu pagi ini dengan dosis kebahagiaan yang sedikit berlebihan. Soalnya hari ini klub perek regional (baca posting sebelumnya -red) akan kembali mengadakan pertemuan, dan nggak tanggung-tanggung, status pertemuan kali ini adalah KTT alias Konferensi Tingkat Tinggi. Sesuai namanya, bisa ditebak kalo kali ini kita akan berkumpul dalam suasana yang lebih formal, dengan balutan busana yang lebih sopan dan mendidik. Maklum, kawinan.

Even so, kita tetap dateng dengan antusias. Masing-masing punya harapan sendiri dari kawinan ini, yang tentunya nggak jauh-jauh dari visi utama organisasi. Gadis IR, gadis LA, dan tante GUS punya misi yang kurang lebih sama: minimal dilirik pria-pria ganteng atau berduit, syukur-syukur bisa disenggol sedikit. Saya sih lebih pengen tau laki-laki kayak gimana yang sukses memperistri kecengan abadi saya waktu SMA.

Anyway.
Sesampainya di sana kita sepakat ambil formasi menyebar, supaya satu sama lain tidak saling menjatuhkan harga. Gadis IR dan gadis LA memilih mangkal deket meja makanan, sementara saya memilih strategi jemput bola, alias keliling. Sampai akhirnya saya melihat sosok yang selama ini saya masukkan ke dalam daftar yang sama dengan formalin dalam otak saya (maksudnya: hindari konsumsi secara berlebihan karena membahayakan kesehatan). Mantan dan pasangannya. Eng Ing Eeeeeeng!!!

Refleks otak saya memutar segala soundtrack film horor yang pernah saya liat, Permainan kucing-kucingan di antara sanggul-sanggul pun terjadi. Sialnya, sanggul-sanggul yang tersedia siang ini nggak terlalu banyak. Akhirnya, euforia pagi yang terlalu berlebihan tadi mematikan posisi saya. Saya terjebak dalam posisi ‘anjrit-gue-keliatan’. Gadis IR dan gadis LA yang biasanya bisa diandalkan pun nggak berkutik (makasiiiiiih lhoooo!!!) dan memilih mengambil sikap mati gaya seperti Patung Pancoran. Check mate.

[Oya, untuk menikmati jalan cerita, buat yang masih meraba-raba rasanya perlu ditambahkan sedikit informasi bahwa pasangan mantan saya itu temen saya juga. Jadi kondisi de-fakto adalah kami mengenal baik satu dengan yang lain]

Pasangan mantan : ‘Apa kabar?’
Saya (menampilkan deretan gigi terbaik yang saya punya) : ‘Baik, apa kabar?’
Pasangan mantan : ‘Lo gemukan ya?’


TET TOT!!! Strike 1!
Apaan nih?? Serangan fajar? Mungkin niatnya baik yaaaaa, ice-breaking apa gimanaaaaa gitu. Well…nice idea, wrong execution, dude!
Peraturan pasal 13 ayat 1 dalam ‘1001 Cara Menjalin Hubungan Baik Dengan Mantannya Pasangan’ (tentunya yang saya ciptakan sendiri) : Sebusuk apa pun, jangan pernah mengomentari kondisi fisik dari mantannya pasangan.
Bukan berarti saya lagi busuk ya!!! Enak aja. Mungkin hasil fitnes saya belum keliatan ya, tapi bukan berarti kuping saya lantas melegalkan pemilihan kata ‘gemuk’. Temen-temen yang lain aja saya tampar (tampar sayang –red) setiap berani mengeluarkan kata-kata itu. Dia? Huh!
Akhirnya, didorong motivasi untuk mencegah pengulangan kriminalitas serupa, saya mengerahkan segala kemampuan AMKM (Anda Menanyakan, Kami Menjawab –red) yang pernah saya timba sebelumnya. Sampai satu menit kemudian, serangan fajar berlanjut.

Pasangan mantan : ‘Cewek lo mana?’

TET TOT!!!!!
Mendadak saya merasa jompo karena salah mendengar. Tentunya saya nggak mungkin minta pertanyaannya diulang, karena itu cuman akan lebih menjatuhkan kredibilitas saya: udah gemuk, budek pula. Akhirnya dengan nalar seadanya, otak saya membolak-balik kamus ‘1001 Cara Menjalin Hubungan Baik Dengan Mantannya Pasangan’ yang udah terpatri manis, mengumpulkan lebih banyak alesan buat cepet pulang.
Aha! Ketemu.
Peraturan pasal 666 ayat 6a : Jangan coba-coba –dalam keadaan apa pun– menanyakan pacar baru dari mantannya pasangan.
Strike 2. 1 strike lagi, langsung saya kasih piring cantik.
Setelah kembali memajang deretan gigi terbaik yang saya punya (tentu dengan menjawab seperlunya), saya mulai berpikir keras, mencari cara tersopan untuk hilang pelan-pelan.
Untungnya, dia bisa kehabisan amunisi, dan basa-basi pun berakhir. Sialnya, pelacuran hari ini terbuang sia-sia. I stucked with the group for the rest of the day.

Bersambung…


[Note :
Tulisan ini dibuat tanpa maksud menyudutkan pihak-pihak tertentu. Jadi, buat mantan saya yang amat sangat mungkin membaca tulisan ini dengan inisiatif dan kesadaran tinggi: no offense beib!]

2 Comments:

At 4:55 PM, Blogger Vira Tanka Z said...

Marco, please, stop using red over green. It hurts the eyes. Thank you.

 
At 11:58 AM, Blogger Anonymous said...

hahaha.
thanks ya vir. gak pake merah lagi deh. :)

 

Post a Comment

<< Home