Monday, January 30, 2006

Kembali, Nisrina H.Nur Ubay menangis

Sebelum saya mulai, mungkin ada baiknya saya mengontaminasi pikiran temen-temen yang merasa nggak familiar dengan nama di atas. Beliau adalah tante-tante yang pernah mendedikasikan hidupnya mendidik pirsawan (halah!) TVRI dengan bahasa Inggris bersama kolega sejatinya, Anton Hilman, saat kita belia dulu. Tenang, saya juga masih goblok waktu itu. Buktinya saya lupa wujud persis aslinya kayak gimana. All I can remember is that this lady did exist.


Darn.
Now you can guess what I’m telling you.

Anyway.
Semua tragedi yang merontokkan pamor Nisrina H. Nur Ubay ini dimotori oleh seorang artis wanita berinisial SA yang (dengan sangat menyesal) lebih dikenal karena ukuran (maaf) payudaranya yang ehm…tak terdefinisikan. Let’s see, how should I say this. Incredibly humongous.
Entah setan mana yang waktu itu membuat dia dengan emosi dan lantang mengeluarkan sebuah pernyataan menakjubkan waktu diwawancara di infotainment :

“WHO DO YOU THINK HE ARE ?!?”
[Di rumahnya, Nisrina dengan sabar membenarkan: ‘who do you think he is?’]

Begitu fenomenalnya kejadian ini sampai akhirnya statement itu diabadikan sebagai sebuah nama blog yang tidak kalah sensasional. Eits..belum selesai di situ. Di kesempatan lain, beliau masih melanjutkan sensasinya dengan mengeluarkan statement susulan yang tidak kalah menakjubkan :

WHOSE NOSE?!?”
[Di rumahnya, sambil mencabik-cabik kertas Nisrina membenarkan : ‘who knows?’]

Ehem.
Agak tragis memang, tapi mau diapain lagi?
Tragedi pun ternyata ditularkan ke rekan-rekan sesama artis, yang keliatannya tidak ingin ketinggalan memamerkan kecanggihannya berbahasa Inggris. Sebut saja penyanyi instan berinisial D yang jadi idola Indonesia di generasi pertama. Saat berduet dengan brondong Filipina di depan jutaan penonton televisi Indonesia, beliau melakukan 'suicidal move' dengan bernyanyi :

“…I think about it every night and day, SPRIT my wings and fly awaaaay!”
[Di rumahnya, Nisrina membanting teko cantiknya sambil membenarkan : ‘spread my wings…’]

Waw.
Keliatannya brondong Filipina itu sukses membawa bahan becandaan baru buat publik kampung halamannya. Wabah terus menular, dan saya harap Tante Nisrina masih baik-baik saja. Terlalu banyak dan kelewat menyakitkan buat disebut satu-satu. Ada yang dilakukan oleh artis perempuan berinisial AL, korban nikah siri si raja dangdut yang hidupnya selalu didekasikan untuk mencari aib penyanyi lain. Ada juga yang sempat dilakukan ‘adik kelas’ penyanyi D tadi.

Salah satu aib yang juga sempat membuat saya menganga dilakukan oleh scriptwriter sebuah televisi swasta tersohor yang menggunakan nama burung dalam singkatan namanya. Okeee, beliau mungkin bukan artis, tapi beliau melakukan kesalahan fatal dengan meloloskan tim yang mempunyai motto : ‘kita matching gak siiiiiiiiiih?’ di sebuah game show. Kenapa fatal? Karena sepanjang acara nama tim itu terpampang dalam huruf besar :

MACHING
[Di rumahnya, Nisrina menelpon J.S Badudu, bertanya apakah huruf T sudah dihapuskan dari daftar alfabet Indonesia]

Dan masih banyak lagi.
Tapi di antara semua itu, barangkali hanya penyanyi dangdut dengan embel-embel ‘dewi’ yang bisa menyaingi popularitas SA dalam membuat Tante Nisrina gila.

Suatu ketika, goyangan penyanyi dangdut bertajuk ‘dewi’ ini di Ciledug kelewat seronok, sampai akhirnya beliau diwawancara tentang celana super pendek yang dipake dia manggung. Dengan yakin dan pasti beliau menjawab :

“..kan pakenya bukan celana pendek aja, tapi di-KOMBIN sama baju tangan panjang!”
[Di rumahnya, Nisrina kembali menelpon J.S Badudu untuk bikin janji zikir bersama]


Sensasi berlanjut ketika sang ‘dewi’ dangdut ini ditanya apakah suaminya yang lagi di Mekkah udah tau soal berita ini. Masih dengan kepercayaan diri yang berlebihan, beliau menjawab :

“..tau lah, saya sama suami saya kan selalu CONNECTION !!”
[Di rumahnya, Nisrina mengeluarkan cemeti berduri yang selama ini nggak pernah dia pakai sebelumnya]

Di kesempatan berikutnya, di infotainment berbeda, penyanyi ini tampaknya belum kapok. Waktu ditelepon di hari ulang tahunnya oleh sebuah infotainment, presenter menanyakan kado apa yang dia dapet dari suaminya. Si dewi ini pun bertutur bahwa beliau mendapatkan nyanyian istimewa dari suami, yang didedikasikan khusus buat dia sebagai sang istri. Dan sesudah didesak untuk menyanyikan lagu dari sang suami, menyanyilah si dewi itu :

“..suami saya nyanyi gini : HAPPY BIRTHDAY MY WAVE, HAPPY BIRTHDAY MY WAVE!!!”
[Halo? Tante Nisrina? Halooooo?]

Mudah-mudahan wabah ini tidak mengganggu kesehatan Tante Nisrina. Saya mengerti sekali kalau beliau ingin mengundurkan diri sepenuhnya dari dunia pendidikan. Mungkin dia akan setuju dengan motto yang dideklarasikan teman saya menghadapi fenomena ini : “you can always take a girl out of a village, but you can never take the village out of the girl”.

PS.Mohon maaf kalo ada penulisan bahasa Inggris saya yang juga menorehkan luka di hati Tante Nisrina. Tapi Tante, kalo artis aja boleh, kenapa saya nggak?

Saturday, January 21, 2006

Babies, Pt.1

Sekarang saya punya rutinitas baru yang menyenangkan sekitar jam 4 sampai 5 sore.
Yesss, I’m currently not working, if that’s what you’re thinking. Not yet, bastard. My next project will start on February 13th, got it?
Anyway, bukan itu juga deh yang mau saya cerita.
Kesibukan baru saya saban sore adalah menunggu babu-babu lewat. Tentu bukan untuk dikecengi ya, saya belum se-desperate itu. Yang saya tunggu adalah barang-barang bawaan wajib mereka: balita majikannya. Yessss, I have reached the addicted-to-babies age!!
Well, sebagaimana tercantum dalam pasal 13 ayat 5 daftar kerjaan pembantu Indonesia, mereka pun memamerkan bayi-bayi lucu keliling kompleks, masing-masing dengan tatapan ‘liat-dong-lucuan-bayi-gue-kemana-mana’.

Dari percaturan dunia balita yang ada di kompleks, saya punya 2 jagoan. Yang pertama namanya Alfad (laki-laki, 2tahun). Atau Alfat. Whateverrr. Nggak tau juga kependekan dari apaan. Satu lagi panggilannya Muti (perempuan, 1tahun 2bulan). Mereka berdua sepupuan, benih cinta kasih suci (halah!) dari tetangga sebelah yang notabene adalah temen-temen main saya waktu kecil. Buat saya, mereka berdua adalah balita-balita paling lucu sedunia. Paling nggak untuk saat ini mereka masih memimpin klasemen sementara karena mereka bisa membangkitkan naluri kebapakan saya yang selama ini sedang asik-asik hibernasi. Selain itu, sejauh ini cuman mereka yang bisa bikin saya berlari-lari riang ke luar rumah di sore hari. Selain tukang siomay tentunya.

Termasuk di suatu Jumat sore yang cerah ceria.
Matahari lagi lumayan bersahabat sore itu, mungkin dalam rangka memperbaiki imejnya di mata manusia, mengingat belakangan ini dia mulai dibenci orang Jakarta gara-gara jarang muncul. Waktu yang sangat pas buat para babushka untuk menancapkan taji dan memantapkan posisi mereka di kompleks, mumpung majikannya belum pada pulang kerja.

Waktu itu saya lagi dalam posisi terenak di sofa, menikmati pertarungan tenis tak seimbang antara Daniela Hantuchova melawan Serena Williams. Tak seimbang karena yang satu kecil cantik, satunya lagi besar dan mengerikan. Untungnya pertandingan berakhir manis sesuai dongeng-dongeng Oma masa kecil, dimana monster selalu kalah.
Anyway.
Ketika haha-hihi para babushka mulai terdengar, saya pun celingak celinguk mencari dua makhluk kecil lucu itu. Kalau kira-kira suara mereka juga udah mulai kedengeran, biasanya saya langsung membuka pintu rumah tiba-tiba, mengambil posisi cilukba dengan harapan diliat dan bikin mereka ketawa. Perlu dicatat, target utama cilukba ini tetep dua makhluk yang jadi topik ya, bukan para pembantu.

Tapi sore ini tidak ada permainan cilukba. Saya punya misi yang lebih penting : memotret dua balita itu. Dengan berbekal kamera berisi sisa film (mohon maaf sebesar-besarnya, untuk teknologi ini saya belum menginjak ke era digital, masih bahagia di tahap pra-sejarah), saya berpikir keras, mencari cara paling halal untuk mengabadikan mereka. Masalahnya, nggak semua balita gampang dibujuk buat difoto. Ya gampang kalau falsafah banci tampil sudah mengalir di darah mereka. Kalo enggak?

Itulah yang terjadi dengan Alfad. Atau Alfat. Whatever.
Dia susssssssah banget dipanggil baik-baik buat difoto sebentar. Kalau pun mendekat, dia ngumpet di balik kaca spion mobil-mobilannya. Nggak mungkin kan saya ngejar-ngejar keliling kompleks? Bisa jatuh imej ini di mata para pembantu… Beda sama Muti yang –mungkin emang karena masih lugu-lugu bodoh– bisa duduk anteng dan tersenyum sambil meneteskan iler waktu ditodong pake kamera.

Saya nggak akan berhenti sebelum berhasil motret yang satunya.
Akhirnya saya nongkrong di posisi yang nggak jauh dari tempat mangkal d’babus, memutar otak sambil berharap dengan sangat agar tidak ada penghuni kompleks yang lewat dalam 30 menit ke depan. Bisa gawat kalo saya dikira jongos atau supir atau lebih parah tukang bangunan setempat yang kerjaannya ngerusak babu orang.
Tiba-tiba dari arah yang berbeda terdengar antusiasme dalam nada sopran.

“CANGGIIIHHHHHHH BOOOOOO!!!!”
Saya nengok.
Ternyata di ujung jalan pembantu saya lagi pamer ringtones polyphonic dari ponsel barunya ke kolega-koleganya, yang tentunya diiringi pekik kagum seperti di atas. Sumpah saya nggak bohong, kalimatnya persisssssss kayak gitu. Makanya saya sampai nengok buat nyari sumber suara, yang tentunya berlanjut dengan penyesalan tiada guna.

Anyway.
Saya pun memutuskan untuk tidak berlama-lama di sana, sebelum muncul gosip tak sedap yang bisa membuat saya diadili satu keluarga. Saya kembali ke misi semula dan memilih metode gerilya untuk mengabadikan sisa 1 bocah lagi.

CEKRÉK!!
Yess! Setelah menunjukkan mimik muka ‘weeek-gue-menang’ ke Alfad, saya pun kembali masuk rumah dan menutup hari dengan penuh kepuasan.

[Notes:
Berhubung rol film yang ada di kamera belum habis, dengan sangat menyesal saya belum bisa menghadirkan foto dua spesies lucu itu. Jadi, jikalau ada yang penasaran, mohon bersabar ya. Tunggu kelanjutan cerita berikutnya…]

Tuesday, January 10, 2006

KTT Perek Regional Part 3

Well.
Sejujurnya cerita seputar KTT Perek Regional berakhir di part 2. Part 3 ini sebenernya lebih cerita pribadi yang menutup rangkaian hari capek sedunia tadi. Saya cuman meminjam judul, berhubung udah nggak bisa menemukan judul yang lebih menarik lagi. Lagian, trilogi kan lagi trend. Masa saya ketinggalan?!?

Anyway.
Ceritanya saya mau menyucikan diri kembali dari dosa-dosa yang saya cetak hari ini dengan cara konvensional yang dianggap ampuh selama berabad-abad : ibadah Minggu sore. Keliatannya ini adalah keputusan yang salah, mengingat ternyata yang terjadi selama ibadah adalah tercetaknya dosa-dosa lanjutan.

Seperti yang sudah dipahami bersama, satu cara untuk mengobati kantuk berlebihan adalah dengan memperluas sudut pandang penglihatan. Sumpah niat awalnya cuman itu. Tapi apa daya, niat tinggallah niat ketika mata mulai menangkap hal-hal yang mengganggu penglihatan.

[Target 1 locked]
Bukan salah bunda mengandung kalau mata saya langsung nyangkut di sebuah jas berwarna merah bata. Yesssss, I repeat, jas warna merah bata. Yang lebih salah lagi, pemakainya adalah seorang bapak yang mulai beruban dan berkulit sawo matang!!!
Seketika saya pusing. Okeee, saya kasih nilai 6,5 deh, untuk usaha kerasnya buat matching sama warna dasi yang juga merah bata. Tapi, helloooooo! You're not young anymore! Ada lhoo, warna-warna yang lebih netral seperti item, abu-abu, atau warna pastel lainnya. Ini udah merah, merahnya bata pula.

Mendadak saya pusing. Refleks mata saya menggeser pandangan beberapa senti ke kiri dari fenomena merah bata itu.

[Target 2 locked]
Dannnnnnn kenyataan yang terlihat tidak lebih baik!!!
Tampak seorang bapak dengan perut sangat maksimal (tau dooong, tipe-tipe yang hanya bisa mengikat ikat pinggangnya di bawah perut?). Dosanya adalah, dasinya bertengger sangat nyaman beberapa senti di atas perbatasan kemeja dan celana, alias NGATUNG!!!! Entah karena sekarang dasi juga dibikin dalam ukuran mini, atau... perutnya yang tak tertolong lagi?
Either way, pasti ada cara untuk nggak bikin dasinya ngatung. Pasti!!! Pastiiiiiiiiiii!!!

(melenguh panjang...)
Christ, ada apa sih dengan bapak-bapak masa kini?!?
Saya pun menggeser mata lagi beberapa senti ke kiri, berharap menemukan orang yang masih peduli penampilan kalau beribadah. Yang terlihat justru lebih memilukan. Nampaknya Tuhan memang memberikan cobaan berat pada saya sore itu...

[Target 3 locked]
Tampak fenomena paling mengerikan selama 25 tahun saya pernah ke gereja.
Seorang bapak dengan ukuran yang tidak lebih kecil dari target #2, dalam balutan kemeja kotak-kotak dipadu dengan dasi bermotif garis diagonal!!!!
Tidaaaaaaaaaaaakkk!!! Kotak-kotak dihajar sama garis-garis diagonal?? Istri macem apa yang tega ngasih ijin suaminya keluar rumah kayak gitu?!? Bahkan warnanya pun nggak masuk satu sama lain! Bayangin yaaa, kemeja kotak-kotaknya itu dasarnya putih butek, dengan kotak-kotak item tegas. Dasinya, dark blue dengan garis diagonal warna abu muda.

...
Maaf ya kalau kesannya agak sedikit sarkas.
Sebenernya saya juga nggak tau mesti kasian atau sedih. Emang bener siiih, setiap ibadah Minggu kita disucikan dari dosa. Tapi bukan berarti mancing orang lain buat bikin dosa kannnn?


Tuhan, maafkanlah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Amin

Monday, January 09, 2006

KTT Perek Regional Part 2

Hmphh…
Beginilah kalau spesies-spesies satu angkatan sudah mulai tersebar di berbagai penjuru dunia. Rasa kangennya terlalu berlebihan, sampai pertemuan 2 jam di kawinan kerasanya cuman 5 menit. Ujung-ujungnya reuni dadakan didaulat berlanjut ke mal terdekat. Setiabudi Building. Sempet terbersit sedikit harapan gosip bom di daerah Kuningan terwujud. Sayang, kelihatannya Tuhan memang tidak akan pernah mendengarkan keinginan-keinginan busuk orang kafir. Atau mungkin Beliau lagi cuti hari ini.

Anyway.
Tentu saya tidak mau menikmati hal ini sendiri. Sebagai rasa terimakasih atas minimnya inisiatif menolong saya di kawinan, saya menyeret gadis IR dan gadis LA ikut. Namanya juga perek regional, selama banyak lelaki mereka bahagia-bahagia aja. Well. Paling nggak saya tidak perlu mati gaya sendirian.

Harapan untuk ‘lenyap perlahan-lahan’ muncul lagi waktu libido mayoritas untuk menggauli bola bilyar tak terbendung, sementara gadis IR mulai merengek minta disuntik kafein. Akhirnya, gadis IR mengelarkan satu-satunya ide brilian di hari ini : ngupi.

Lokasi Pelacuran : Amadeus –Setiabudi Building.
Pelaku : saya, gadis IR, dan gadis LA. Tante GUS sudah lenyap dalam dekapan salah satu penggaul bola bilyar tadi


Berhubung gadis IR agak lodo (ngantuk mampus –red) akibat pre-wed party yang didatenginnya malem sebelumnya, akhirnya KTT hari ini mengangkat isu ringan yang tak memerlukan otak. Gosip artis. Dari awal pesen kopi sampai saya menurunkan mereka di rumah masing-masing, kita mencetak dosa-dosa baru dengan menggunjingkan pesohor-pesohor Indonesia.

Pembicaraan dibuka seputar mantan bom-seks KF yang ternyata empunya tempat yang lagi kita jadikan lokasi prostitusi ini. Berita tentang wanita cantik berinisial CT yang diisukan kanan-kiri oke menjadi momen penting bangkitnya kembali gadis IR dari alam bawah sadar. Perlu dicatat, gadis IR dan gadis LA termasuk wanita-wanita yang menggolongkan suami CT ini dalam kategori ‘the best breed of men kind’. Dasar perempuan, pembicaraan pun akhirnya pelan-pelan mereka setir ke sebuah fakta menarik : tidak ada dua insan bangsat berakhir di pelaminan; laki bajingan selalu mendapatkan perempuan baik-baik, dan perempuan bandel pun selalu mendapatkan laki baik-baik.

Pembicaraan tak seimbang ini terus berlanjut sampai waktunya gadis LA saya jatuhkan di tempat peristirahatannya.

Gadis LA :
‘Iya, laki itu seksi abis kalo ngerokok di ujung bibir, yang rokoknya kayak mau jatoh gitu!!!’
Gadis IR
(dengan antusias) :
‘..udah gitu rokoknya yang udah kebakar panjang gitu! Uuuuuuuh
(melenguh dengan desahan terbaik)
!!!’
Saya :
‘Adoooooooh, penting ya?? Kenapa ya gue mesti terjebak di pembicaraan ini?!?’
Gadis IR :
‘Eeh, penting tau! So that you can know what girls like… eh, what bitches like.’

Bwahahahahaaaa!!!
Hari melelahkan ini akhirnya ditutup dengan menggoblok-gobloki kenistaan masing-masing. Teriring ucapan saling mengingatkan agenda arisan berikutnya hari 12 Januari nanti, KTT pun ditutup. Tapi, hari ini masih panjang dari berakhir…


Bersambung…

KTT Perek Regional Part 1

Pagi ini saya membuka hari dengan sedikit siulan.
Well, nggak se-harafiah itu juga sih. Bukan berarti begitu melek saya langsung siul-siul; jangan coba-coba dibayangin, itu sih terlalu mengerikan.

Intinya, saya memulai Minggu pagi ini dengan dosis kebahagiaan yang sedikit berlebihan. Soalnya hari ini klub perek regional (baca posting sebelumnya -red) akan kembali mengadakan pertemuan, dan nggak tanggung-tanggung, status pertemuan kali ini adalah KTT alias Konferensi Tingkat Tinggi. Sesuai namanya, bisa ditebak kalo kali ini kita akan berkumpul dalam suasana yang lebih formal, dengan balutan busana yang lebih sopan dan mendidik. Maklum, kawinan.

Even so, kita tetap dateng dengan antusias. Masing-masing punya harapan sendiri dari kawinan ini, yang tentunya nggak jauh-jauh dari visi utama organisasi. Gadis IR, gadis LA, dan tante GUS punya misi yang kurang lebih sama: minimal dilirik pria-pria ganteng atau berduit, syukur-syukur bisa disenggol sedikit. Saya sih lebih pengen tau laki-laki kayak gimana yang sukses memperistri kecengan abadi saya waktu SMA.

Anyway.
Sesampainya di sana kita sepakat ambil formasi menyebar, supaya satu sama lain tidak saling menjatuhkan harga. Gadis IR dan gadis LA memilih mangkal deket meja makanan, sementara saya memilih strategi jemput bola, alias keliling. Sampai akhirnya saya melihat sosok yang selama ini saya masukkan ke dalam daftar yang sama dengan formalin dalam otak saya (maksudnya: hindari konsumsi secara berlebihan karena membahayakan kesehatan). Mantan dan pasangannya. Eng Ing Eeeeeeng!!!

Refleks otak saya memutar segala soundtrack film horor yang pernah saya liat, Permainan kucing-kucingan di antara sanggul-sanggul pun terjadi. Sialnya, sanggul-sanggul yang tersedia siang ini nggak terlalu banyak. Akhirnya, euforia pagi yang terlalu berlebihan tadi mematikan posisi saya. Saya terjebak dalam posisi ‘anjrit-gue-keliatan’. Gadis IR dan gadis LA yang biasanya bisa diandalkan pun nggak berkutik (makasiiiiiih lhoooo!!!) dan memilih mengambil sikap mati gaya seperti Patung Pancoran. Check mate.

[Oya, untuk menikmati jalan cerita, buat yang masih meraba-raba rasanya perlu ditambahkan sedikit informasi bahwa pasangan mantan saya itu temen saya juga. Jadi kondisi de-fakto adalah kami mengenal baik satu dengan yang lain]

Pasangan mantan : ‘Apa kabar?’
Saya (menampilkan deretan gigi terbaik yang saya punya) : ‘Baik, apa kabar?’
Pasangan mantan : ‘Lo gemukan ya?’


TET TOT!!! Strike 1!
Apaan nih?? Serangan fajar? Mungkin niatnya baik yaaaaa, ice-breaking apa gimanaaaaa gitu. Well…nice idea, wrong execution, dude!
Peraturan pasal 13 ayat 1 dalam ‘1001 Cara Menjalin Hubungan Baik Dengan Mantannya Pasangan’ (tentunya yang saya ciptakan sendiri) : Sebusuk apa pun, jangan pernah mengomentari kondisi fisik dari mantannya pasangan.
Bukan berarti saya lagi busuk ya!!! Enak aja. Mungkin hasil fitnes saya belum keliatan ya, tapi bukan berarti kuping saya lantas melegalkan pemilihan kata ‘gemuk’. Temen-temen yang lain aja saya tampar (tampar sayang –red) setiap berani mengeluarkan kata-kata itu. Dia? Huh!
Akhirnya, didorong motivasi untuk mencegah pengulangan kriminalitas serupa, saya mengerahkan segala kemampuan AMKM (Anda Menanyakan, Kami Menjawab –red) yang pernah saya timba sebelumnya. Sampai satu menit kemudian, serangan fajar berlanjut.

Pasangan mantan : ‘Cewek lo mana?’

TET TOT!!!!!
Mendadak saya merasa jompo karena salah mendengar. Tentunya saya nggak mungkin minta pertanyaannya diulang, karena itu cuman akan lebih menjatuhkan kredibilitas saya: udah gemuk, budek pula. Akhirnya dengan nalar seadanya, otak saya membolak-balik kamus ‘1001 Cara Menjalin Hubungan Baik Dengan Mantannya Pasangan’ yang udah terpatri manis, mengumpulkan lebih banyak alesan buat cepet pulang.
Aha! Ketemu.
Peraturan pasal 666 ayat 6a : Jangan coba-coba –dalam keadaan apa pun– menanyakan pacar baru dari mantannya pasangan.
Strike 2. 1 strike lagi, langsung saya kasih piring cantik.
Setelah kembali memajang deretan gigi terbaik yang saya punya (tentu dengan menjawab seperlunya), saya mulai berpikir keras, mencari cara tersopan untuk hilang pelan-pelan.
Untungnya, dia bisa kehabisan amunisi, dan basa-basi pun berakhir. Sialnya, pelacuran hari ini terbuang sia-sia. I stucked with the group for the rest of the day.

Bersambung…


[Note :
Tulisan ini dibuat tanpa maksud menyudutkan pihak-pihak tertentu. Jadi, buat mantan saya yang amat sangat mungkin membaca tulisan ini dengan inisiatif dan kesadaran tinggi: no offense beib!]

Tuesday, January 03, 2006

Call Me Superstitious

25 Desember 2005
Suatu hari di tanggal 25 Desember 2005, seperti biasa, saya mengoleksi SMS Natal dari handai taulan dan teman-teman sepelacuran. Agak sedikit was-was, karena sebenernya ada satu SMS yang bener-bener saya tunggu. Khusus buat makhluk ini, saya memang menge-set harga diri agak sedikit tinggi hari ini.

Detik berganti menit, menit berganti jam. Harga diri mulai terusik, dan terlintas pikiran untuk agak banting harga. Tapi sebagai seorang perfeksionis, semuanya harus direncanakan dengan amat sangat matang. Akhirnya saya memutuskan berkonsultasi dengan mojang M, yang kebetulan berzodiak sama dengan bajingan satu itu. Jempol pun mulai dikerahkan untuk mengetik SMS-SMS.

Sebut saja makhluk itu berzodiak X.

Saya : 'What will I get if I confront a(n) X?'
Mojang M : 'Eternal hell.'
Saya : 'Seriously? Then how should I tell a(n) X bitch what I think, if I can't do it nicely either?'
Mojang M : 'You have to be REALLY sure before confronting a(n) X. Pack up some evidence to support your case. Even so, it's hell o hell. Your call.'
Saya : 'The package is ready. It's more than enuff. I just haven't made my appointment with hell. Maybe tonite. If this bitch doesn't text me any greetings. Any tips?'
Mojang M : 'First tip: never curse those you secretly long to have. It's bad taste and will only drive her -or is it him?- further from your reach. Second tip...'


Dan pembicaraan pun berhenti di situ, meninggalkan saya dalam posisi mati gaya.

26 Desember 2005
Saya memutuskan untuk ngasih sedikit tenggat waktu buat bajingan berzodiak X ini. Hari ini harga diri tetep disetel tinggi, meskipun di bawah standar hari sebelumnya. Untuk menghindari penantian yang sangat panjang, akhirnya saya menyibukkan diri dalam pelacuran bersama gadis IR. Singkat cerita, kita pun terdampar di QB Plaza Semanggi. Nggak tau kenapa, satu buku tentang zodiak seperti minta dibaca sama saya. Dan sampailah saya di halaman zodiak X.

"If a(n) X ask your opinion, he or she's already made up his or her mind. They are good listeners, though they are not actually hearing what you're saying. If you find yourself in a psychological headlock, always take the blame. 'You're right, I'm sorry' always works...."

Sh*t.
That explains all the 'sorry' initiative I had taken all this time. Call me superstitious.

Akhirnya saya memutuskan untuk tidak memberi tenggat waktu lebih dari jam 12 malem hari itu. Saya pun mulai menyiapkan plan B berupa SMS inisiatif untuk membuka jalan, lengkap dengan uneg-uneg yang rasanya perlu ditumpahkan. Sisa hari itu saya habiskan dengan kesibukan-kesibukan nggak penting : nonton DVD yang udah pernah ditonton.

27 Desember, 15 menit lewat dari jam 12 malem.
1 message received.
Belated greetings from that bit*h.
Sial, kalo udah gini saya yang mati langkah, dan memberi kesempatan lagi untuk mengerti dia.